Sabtu, 16 Juli 2011

BATUAN BEKU


3. Batuan Beku

Batuan adalah kumpulan dari sejumlah mineral-mineral, klastika butiran batuan dan fossil. Batuan secara genetik dibagi menjadi batuan beku (igneous rocks), batuan sedimen (sedimentary rocks) dan batuan metamorf (metamorphic rocks).

3.1 Magma dan Lava

Proses pembekuan magma yang terjadi di bawah permukaan bumi (plutonism) dan di atas permukaan bumi (volcanisme). Magma adalah peristilahan bagi material pijar dan panas ketika masih di bawah permukaan. Bila magma naik hingga kemudian mengalir sebagai lelehan di permukaan bumi, maka istilahnya tidak magma lagi, melainkan lava.

Naiknya magma ke permukaan dikarenakan perbedaan densitas magma terhadap batuan disekitarnya. Densitas magma yang lebih rendah mendorongnk naik ke permukaan. Seperti penjelasan di atas, magma yang tererupsi keluar permukaan dan kemudian mengalir di permukaan sering disebut sebagai aliran lava (lava flow). Sedangkan yang terlempar ke udara ketika terjadi letusan vulkanik sering disebut sebagai material piroklastik (pyroclastic materials).

            Magma yang naik ke permukaan mengalami proses pendinginan dan pengkristalan membentuk mineral-mineral baru yang apabila mineral tersebut mengikat kuat (interlocking) maka membentuk batuan beku (igneous rocks). Sedangkan magma yang dihempaskan karena letusan gunungapi menghasilkan material piroklastik, seperti debu volkanik (volcanic ash) yang kemudian dapat terkonsolidasi menjadi batuan piroklastik. Naiknya magma menuju permukaan bumi menyebabkan sebagian magma mendingin di bawah permukaan membentuk batuan intrusif (plutonic or intrusive igneous rocks) dan ketika mendingin di permukaan bumi membentuk batuan ekstrusif dan vulkanik (volcanic and extrusive rocks).

Kandungan silika dalam magma merupakan komponen utama. Berdasarkan kandungan silika dalam magma, maka jenis magma dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu mafic, intermediete dan felsic (Tabel 3.1).

            Temperatur magma diukur tidak secara langsung di bawah permukaan bumi. Temperatur yang tercatat merupakan hasil pengukuran dari temperatur lava yang berkisar antara 1000O hingga 1200OC, walaupun pernah terekam temperaturnya dapat mencapai 1350OC di Hawai.

Kebanyakan pengukuran tersebut dilakukan pada gunungapi yang bertipe tidak atau sedikit eksplosive. Karena itulah data temperatur dari magma felsic sukar didapatkan karena gunungapinya bertipe eksplosive. Pengukuran pada gunungapi eksplosif dapat dilakukan menggunakan metode tidak langsung, yakni menggunakan optical pyrometer. Data yang pernah tercatat adalah lebih dari 900OC pada bagian luar dari kubah lavanya.

     Tabel 3.1. Tipe magma

Tipe Magma
Kandungan Silika (%)
Mafic
Intermediete
Felsic
45 – 52
53 – 65
> 65
            Berdasarkan viskositas magma, maka dapat diketahui perbedaan tipe aliran antara felsic lava dan mafic lava. Pemahaman terhadap viskositas (viscosity) magma artinya mengetahui bagaimana resistensi magma untuk dapat mengalir.

Sebagai analogi dalam memahami viskositas, berikut ini dicontohkan viskositas pada air dan oli pelumas. Air berviskositas rendah, karenanya mudah mengalir. Sedangkan oli pelumas pada kondisi panas akan mengalir cepat (encer), tetapi pada kondisi dingin akan mengalir dengan lambat (kental).

Contoh di atas bila diterapkan pada magma, maka lava yang panas akan lebih mudah mengalir bila dibandingkan dengan lava yang lebih dingin. Namun, temperatur adalah bukan satu-satunya pengontrol viskositas yang utama. Viskositas magma dikontrol juga oleh kandungan silika.

Pada felsic lava terdapat sejumlah jaringan dari silika tetrahedra yang menahan laju aliran dikarenakan ikatannya yang sangat kuat. Sebaliknya, pada mafic lava memiliki sedikit sekali jaringan silika tetrahedra sehingga aliran lava mudah terjadi. Implikasi dari mengalirnya felsic lava adalah terbentuknya lava yang tebal. Sebaliknya, kecenderungan dari mafic lava yang mengalir dengan lebih cepat adalah terbentuknya lava yang tipis.



3.2  teksture batuan beku (Igneous rock textures)

Tekstur batuan adalah karakteristik dari hubungan antar butir mineral seperti  ukuran, bentuk, dan penyusunan butir mineral yang kesemuanya terkait dengan sejarah pendinginan magma atau lava (Gambar 3.1).


Gambar 3.1. Pengaruh pendinginan magma dan pertumbuhan kristal :
(a) pendinginan cepat yang menghasilkan tekstur berbutir halus,
(b) pendinginan lambat yang menghasilkan tekstur berbutir kasar
(Monroe & Wicander, 1997).



Tekstur batuan beku sangat terkait dengan sejarah pendinginan magma. Dengan demikian, tekstur dapat merekam menjelaskan perubahan energi yang terjadi pada proses pembentukan batuan dan merekam kondisi yang ada ketika suatu batuan terbentuk.

 3.2.1 Tekstur Gelas (glass texture)

Tekstur ini tidak memperlihatkan butiran kristal suatu mineral. Pada contoh setangan (hand spacimen) umumnya memperlihatkan bentuk yang tajam, seperti pecahan gelas dengan rekahan yang concoidal dengan bagian tepi. (Gambar 2). Kenampakan di bawah mikroskop terlihat menyerupai aliran.

            Percobaan labolatorium untuk mengamati pendinginan cepat dari lava sintetik telah memperlihatkan tekstur gelas. Ion-ion yang tersebar secara acak tidak memiliki waktu yang cukup untuk berpindah dan membentuk susunan yang teratur sehingga yang terbentuk adalah struktur amorf dan bukan kristalin.

3.2.2 Tekstur Afanitik (aphanitic texture)

Jika kristal yang tumbuh memerlukan waktu untuk berkumpulnya ion-ion dalam menyusun dirinya, maka batuan kristalin yang terbentuk pasti mengindikasikan pendinginan yang berjalan relatif lebih lambat bila dibandingkan dengan batuan yang tersusun oleh gelas. Gambar 3.2 memperlihatkan tekstur kristalin berbutir halus (fine grained). Tekstur demikian dikenal sebagai tekstur afanitik (aphanitic texture). Istilah aphanitic berasal dari bahasa Yunani, yakni a berarti tidak sedangkan, phanerous berarti dapat terlihat. Dengan demikian, tekstur afanitik dapat diartikan sebagai tekstur yang tidak dapat dilihat, kecuali menggunakan alat bantu, seperti kaca pembesar atau mikroskop.


Gambar 3.2. Aphanitic texture (Monroe & Wicander, 1997).

            Seperti penjelasan di atas, maka tekstur terbentuk karena pendinginan yang relatif cepat, tetapi tidak secepat pendinginan yang menghasilkan tekstur gelas. Pada batuan bertekstur afanitik dan gelas, seringkali muncul lubang-lubang kecil dengan bentuk ellipsoidal atau spherical yang disebut sebagai vesicles. Kenampakan ini dihasilkan dari terjebaknya gas-gas di dalam batuan yang mengeras. Vesicular texture berkembang pada bagian atas aliran lava (Gambar 3.3).


Gambar 3.3. vesicular texture (Monroe & Wicander, 1997).

3.2.3 Tekstur Faneritik (phaneritic texture)

Tekstur batuan beku dengan butiran kristal yang mudah diamati tanpa menggunakan alat bantu mikroskop biasanya terdapat pada batuan berukuran butir relatif kasar dan bentuk butir yang seragam atau sama besar. Kenampakan ini dikenal sebagai tekstur faneritik (phaneritic texture). Tekstur dengan butiran yang seragam (Equigranular texture) menjelaskan sejarah pendinginan yang berjalan relatif lambat (Gambar 3.4).

            Sehubungan dengan pendinginan yang berjalan lambat, maka interpretasi terhadap pendinginan magma harus terjadi jauh di bawah permukaan bumi. Bila batuan bertekstur faneritik muncul di permukaan bumi, maka penjelasannya adalah telah terjadi erosi yang signifikan sehingga memindahkan ribuan meter batuan yang menutupinya.




Gambar 3.4. Phaneritic texture (Monroe & Wicander, 1997).



3.2.4 Tekstur Porfiritik (porphyritic texture)

Pada batuan beku seringkali dijumpai batuan dengan dua ukuran butir yang berbeda. Kristal dengan butiran yang lebih besar biasanya memiliki bentuk kristal yang jelas. Butir kristal tersebut dikenal sebagai fenokris (phenocryst). Sedangkan, kristal dengan butiran yang lebih kecil disebut sebagai matriks (matrix) atau massa dasar (groundmass). Kenampakan tekstur seperti ini disebut sebagai tekstur porfiritik (porphyritic texture). Tekstur ini dapat terjadi pada aphanitic atau phaneritic rocks (Gambar 3.5).

            Tekstur ini menjelaskan tentang terjadinya pentahapan dalam pendinginan magma. Pada tahap awal, pendinginan berjalan lambat sehingga butiran yang berkembang memiliki ukuran yang lebih besar. Selanjutnya kecapatan pendinginan berubah lebih cepat. Akibatnya terbentuk butiran yang berukuran relatif lebih halus.

 

Gambar 3.5. Porphyritic texture (Monroe & Wicander, 1997).

3.2.5 Tekstur Piroklastik (pyroclastic texture)

Tekstur ini terlihat mirip dengan porphyritic dengan quartz sebagai fenokrisnya. Pengamatan di bawah mikroskop memperlihatkan kenampakan yang khas dari pecahan batuan. Pecahan batuan terlihat mengalami pelengkungan dan tertekan serta potongan gelas berbentuk terpilin.

            Tekstur ini dihasilkan ketika letusan eksplosif melemparkan mineral-mineral yang terbentuk lebih awal dan glass ke udara sebagai bentuk percampuran antara pecahan batuan dan debu yang panas. Jika pengendapannya terjadi ketika masih panas, maka kemungkinan materialnya akan saling menyatu (welded) atau akan tersementasi bersama-sama.

            Lava yang pendinginannya berjalan dengan sangat cepat berakibat pada atom-atom yang tidak sempat membentuk susunan yang teratur. Konsekuensi dari pendinginan yang sangat cepat adalah terbentuk gelas alami (natural glass). Contohnya adalah obsidian (Gambar 3.6.)


Gambar 3.6. Obsidian memiliki komposisi berupa gelas alami yang terbentuk karena pendinginan lava yang berjalan sangat cepat (Monroe & Wicander, 1997).

3.3 Klasifikasi Batuan Beku.

Batuan beku dapat diklasifikasi berdasarkan tekstur dan komposisinya. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa variasi komposisi dapat dilihat perubahannya secara horizontal, sedangkan variasi tekstur dapat dilihat perubahannya secara vertikal. Penamaan batuan tertera pada tabel tersebut ditulis tebal dengan ukuran beragam. Semakin besar menunjukkan proporsi secara kasar kelimpahan batuan di permukaan bumi. Batuan pada kolom yang sama menunjukkan komposisi yang sama tetapi berbeda tekstur. Batuan pada baris horizontal yang sama menunjukkan tekstur yang sama tetapi memiliki komposisi yang berbeda (lihat gambar 3.7. dan gambar 3.8.).


Gambar 3.7. Klasifikasi batuan beku yang umum digunakan didasarkan pada tekstur dan komposisi (Hamblin & Christiansen, 1995).



            Klasifikasi diatas juga menunjukkan asal mula, genetik dan hubungan antara berbagai jenis variasi batuan. Tekstur menjelaskan tentang sejarah proses pendinginan magma. Kecepatan pendinginan berimplikasi pada pertumbuhan kristal yang terbentuk. sedangkan komposisi menjelaskan informasi tentang asal dan sumber magma. Magma yang kaya besi, magnesium, Ca-plagioclase berkaitan dengan partial melting (peleburan) dari mantel yang terbentuk pada rift system dan berasosiasi dengan mid-oceanic ridges. Batuan yang kaya silika seperti andesite dan rhyolite atau equivalen komposisinya seperti diorite dan granite terbentuk pada converging plate margins atau pada tatanan lainnya seperti rift atau diatas hotspot dimana kerak benua dapat mengalami partial melting.

(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
(G)


Gambar 3.8. Tipe utama batuan beku
(A). Granite; (B). Rhyolite; (C). Diorite; (D). Porphyritic Andesite; (E). Gabbro; (F). Porphyritic Basalt; (G). Peridotite (Hamblin & Christiansen, 1995)


3.4 Batuan piroklastik (pyroclastic rocks)

Batuan dengan tekstur piroklastik memiliki sedikit karakteristik yang berbeda dengan batuan beku pada umumnya. Batuan piroklastik secara komposisi sama tetapi secara genetis memiliki makna tertransport akibat aktivitas volkanisme.

            Erupsi volkanik yang eksplosive dari magma andesitik dan magma rhyolitik yang umumnya akan menghasilkan volume material fragmental yang sangat besar yang didorong tinggi ke atmosfer (lihat gambar 3.9. dan gambar 3.10.). Ukuran fragmen berkisar dari debu (berukuran debu) atau ash hingga berukuran lebih dari satu meter.


Gambar 3.9. Gaya eksplosive dari erupsi gunungapi melontarkan material volkanik ke udara. Ash flow merupakan percampuran antara debu volkanik dan gas yang panas bergerak cepat menuruni permukaan lereng (Hamblin & Christiansen, 1997).



(A)
(B)
Gambar 3.10. Batuan piroklastik: (A). Volcanic bombs berupa fragmen lava yang di didorong keatas dalam kondisi cair atau plastis. (B). Tephra adalah istilah umum untuk menunjukkan material piroklastik yang berasal dari gunungapi. Meliputi ash, dush, bombs dan rock fragment. Umumnya memperlihatkan kenampakan yang berlapis di lapangan (Hamblin & Christiansen, 1995).

Tephra, terdiri dari fragmen potongan gelas, fenokris yang pecah-pecah dan fragmen batuan asing. Batuan yang dihasilkan dari akumulasi tephra dikenal sebagai tuff. Walaupun asal volkanik, tuff memiliki karakteristik batuan sedimen dikarenakan fragmennya mengalami suspensi di udara dan umumnya menunjukkan perlapisan seperti batuan sedimen.

3.5  Tubuh Batuan Ekstrusive

Batuan beku ekstrusive terbentuk dari magma yang keluar menuju permukaan bumi melalui erupsi volkanik. Produk batuannya meliputi aliran lava (lava flow) dan debu volkanik (volcanic ash). Basaltic magma adalah rendah silika sehingga relatif encer. Ada dua tipe, yaitu lava aa dan lava pahoehoe.

            Lava aa bergerak lambat dengan ketebalan 3-10m. Alirannya hanya bergerak beberapa meter per jam. Ketika terus bergerak, kerak yang mengeras mengalami hancuran menjadi massa blok menyudut (angular blocks) dan arang kerak (clinkers) yang tidak beraturan. Aliran pahoehoe lebih encer dari aliran aa. Biasanya tidak tebal atau kurang dari satu meter dan bergerak sangat cepat karena viskositasnya rendah. Ketika aliran pohoehoe mengalir, maka lava yang berkembang membentuk kerak gelasan yang tipis yang mana berkerut menjadi permukaan yang menggelembung dan akan terlihat seperti gulungan tali (lihat gambar 3.11.).



(A)
(B)
Gambar 3.11. (A). Aliran lava aa. (B). Aliran lava Pahoehoe (Hamblin & Christiansen, 1995).

            Ketika aliran lava mengalami pendinginan, maka berkembang polygonal cracks (retakan) yang dikenal sebagai struktur columnar joints (gambar 3.12.). Basaltic lava yang menerobos seringkali melalui rekahan pada kerak, yang disebut sebagai fissures. Material jatuhan hasil letusan gunungapi ketika kembali ke permukaan berbentuk sebagai volcanic ash dan secara kolektif dikenal sebagai tephra. Bila berukuran besar disebut sebagai volcanic bomb (lihat gambar 3.10A.). Fragmen besar yang berakumulasi dekat vent (lubang pelepasan) membentuk cinder cone. Ekstrusi basaltic lava kedalam air menghasilkan massa berbentuk ellipsoidal dikenal sebagai pillow lava (lava bantal), biasanya terdapat pada aktivitas volkanisk di dasar laut (lihat gambar 3.13.).

Pada magma kaya silika mengahasilkan andesite dan rhyolite dan batuan intrusi yang berasosiasi dengannya. Magma ini relatif dingin sehingga mekanisme erupsi dan aliran lava sangat berbeda dengan basaltic lava. Seringkali membentuk lava dome pada volcanic vent. Viskositas yang tinggi menyebabkan eksplosivitasnya tinggi dan berbahaya. Biasanya menghasilkan tephra yang sangat banyak. Lapisan tephra yang tebal dan lava yang saling bergantian menghasilkan composite volcano atau stratovolcano yang dicirikan oleh sisi yang terjal dan tinggi disekitar vent. Bagian depresi pada bagian puncak disebut crater. Bila ukurannya lebih besar lagi disebut sebagai caldera.


Gambar 3.12. Devils’s Tower di Wyoming. Vertikal striation adalah bidang rekahanyang dikenal sebagai columnar joints (Monroe & Wicander, 1997).




(A)
(B)
Gambar 3.13. (A) Cinder cone. Struktur internal terdisi dari debu volkanik. Pada bagian volcanic neck terdiri dari lava padat dan fragmental debris. (B) Pillow basalt terbentuk ketika lava keluar dibawah air dan mendinging secara cepat membentuk massa ellipsoidal (Hamblin & Christiansen, 1995).



           

            Letusan Gunungapi Krakatau yang pada tahun 1883 sebagai salah satu letusan terhebat dalam sejarah dunia. Kerucutnya hancur dan debu volkanik yang sangat besar terbawa hingga atmosfer. Eksplosivitas dan penurunan (subsidence) yang mengikutinya menghasilkan caldera dengan diameter 6 km sehingga langsung mengubah konfigurasi pulau tersebut.

3.6 Tubuh Batuan Intrusive

Intrusi batua beku merupakan massa batuan yang terbentuk ketika magma mengalami pendinginan dibawah permukaan bumi. Intrusi biasanya diklasifikasikan berdasarkan ukuran, bentuk dan hubungannya dengan batuan yang lebih tua yang mengelilinginya. Tubuh intrusi batuan beku yang penting adalah batholiths, stocks, dikes, sills dan laccoliths (lihat gambar 3.14.).


Gambar 3.14. Blok diagram menunjukkan berbagai tipe pluton (intrusi batuan beku). Beberapa pluton memotong lapisan batuan samping (discordant) dan ada juga yang paralel dengan lapisan batuan samping (concordant) (Monroe & Wicander, 1997).

            Batholiths adalah massa batuan kristalin berukuran butir kasar, umumnya berkomposisi granitik dan merupakan tubuh batuan terbesar di kerak bumi. Contoh, Idaho batholit tersingkap seluas ~ 41.000 km2.

Stocks adalah tubuh intrusi dengan daerah singkapan yang kurang dari 10 km2. Umumnya berkomposisi granitik dengan tekstur porphyritic dengan massa dasar berbutir halus. Kebanyakan terdapat deposit perak, emas, timah, zinc dan tembaga diendapkan pada rekahan dan membentuk veins yang meluas dari stock hingga batuan disekitarnya.

            Dikes adalah bentuk aktivitas batuan beku yang sempit, tabular. Dike terbentuk ketika magma masuk kedalam rekahan disekitar batuan samping kemudian mendingin. Lebar dikes dapat sekitar beberapa centimeter hingga ratusan meter. Dike terbesar diketahui di Zimbabwe dengan panjang 600 km dan lebar rata-rata 10 km.

            Sill adalah bentuk tabular yang paralel dan concordant terhadap perlapisan. Magma yang naik selalu mengikuti daerah yang kurang resisten. Jika jalur yang dilewatinya seperti bidang perlapisan, maka magma akan menerobos diantara lapisan. Sill dapat berukuran centimeter hingga ratusan meter tebalnya dan dapat meluas hingga beberapa kilometer. Sill dapat terlihat seperti aliran lava yang tertimbun yang berada didalam sekuen batuan sedimen. Bagaimanapun sill merupakan intrusi sehingga berbeda dengan lava yang tertimbun oleh sedimen diatasnya. Perhatian harus difokuskan pada daerah kontak untuk mendapatkan bukti-bukti intrusi, seperti ditemukannya alterasi dan rekristalisasi pada batuan disekitarnya dan bukti inclusion berupa block atau potongan batuan samping.

            Laccoliths adalah bentuk lensa dengan bagian dasar datar dan bagian atas yang mengkurva. Biasanya bertekstur porphyritik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar