Sabtu, 16 Juli 2011

BATUAN METAMORF


5. Batuan Metamorf
Batuan metamorf (metamorphic rocks) dicirikan dengan kenampakan foliation (berlapis) dengan tekstur kristalin. Kata meta maknanya adalah perubahan, sedangkan kata morpho maknanya adalah bentuk. Dengan demikian, batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan bentuk dari batuan beku, batuan sedimen atau batuan metamorf.
Metamorfisme (metamorphism) adalah suatu proses atau kumpulan sejumlah proses yang terjadi pada batuan sehingga mengalami perubahan tekstural, perubahan mineralogi atau keduanya pada kondisi antara diagenesis-weathering (pada batas bagian bawah) dan melting (pada batas bagian atas). Proses perubahan tekstur yang terjadi tanpa disertai dengan perubahan mineral, yaitu kataklasis (cataclasis) dan rekristalisasi (recrystallization).
Kataklasis adalah proses penghancuran butiran batuan. Sedangkan rekristalisasi adalah proses pengorganisasian kembali pola kristal (crystal lattice) dan hubungan antar butiran melalui perpindahan ion dan deformasi pola tanpa disertai penghancuran butiran. Proses in umum terjadi pada monomineralic rocks seperti pure limestone, quartz arenite atau dunite. Neokristalisasi (Neocrystalization) adalah proses yang menghasilkan bentuk mineral baru yang sebelumnya tidak hadir pada batuan metamorf.
Penyebab utama metamorfisme adalah perubahan temperatur, tekanan dan komposisi. Perubahan ini menyebabkan rekristalisasi pada batuan (Hamblin & Christiansen, 1995).
5.1 Perubahan Temperatur
Panas menjadi faktor sangat penting pada metamorfisme. Ketika temperatur meningkat, maka mineral batuan menjadi tidak stabil dan bereaksi dengan mineral lain membentuk kumpulan mineral baru yang stabil dalam kondisi baru (gambar 5.1.).
            Temperatur metamorfisme pada bagian atas dibatasi oleh dry ultramafic dan ultrabasic rocks dan berada antara 1200-2000OC bergantung pada tekanan dan komposisi batuannya.
            Sumber panas terutama berasal dari perubahan temperatur dan batuan beku, yaitu: (1) peningkatan tekanan sesuai dengan kedalaman, (2) peluruhan radioaktif, (3) deformasi (5) magma migrasi.
Gambar 5.1. Diagram fase Andalusite, Sillimanite dan Kyanite. Bentuk stabil dari perubahan Al2SiO5 dikarenakan perubahan tekanan dan temperatur. Mineral Andalusite stabil pada kondisi temperatur rendah dan akan berubah menjadi Sillimanite selama terjadi peningkatan temperatur yang lebih tinggi. Bila tekanan menjadi meningkat maka akan menjadi Kyanite (Hamblin & Christiansen, 1995).
5.2 Perubahan Tekanan
Tekanan tinggi (high pressure) pada kedalaman tertentu juga menyebabkan perubahan penting dalam sifat fisik batuan. Tekanan yang tinggi cenderung untuk mengurangi rongga pori dengan ditempatkannya sejumlah mineral atau dapat pula mendorong reaksi yang menghasilkan mineral baru (lihat gambar 5.1.).
5.3 Fluida kimia aktif
Perubahan metamorfik terjadi tanpa ada penambahan atau perpindahan dari material kimia dari massa batuan. Namun, rekristalisasi umumnya disertai oleh beberapa perubahan komposisi kimia yakni pelepasan dan penambahan ion atau atom tertentu dan yang paling penting adalah lepasnya air dan karbon dioksida. Ketika proses metamorfik mengubah mineral yang mengkristal pada temperatur derajat rendah dan mengandung H2O dan CO2 akan mengalami penguraian yang kemudian menjadi medium fluida untuk memindahkan material. Contoh, pada temperatur tinggi calcite (CaCO3) dan lempung [Al2Si2O5(OH)4] akan terurai dan melepaskan larutan H2O dan CO2. Jika atom terurai dari struktur kristal suatu mineral, maka larutan ini selanjutnya akan menuju ke tempat lain. Atom tersebut berpindah sepanjang larutan didalam rongga pori (pore spaces) dan sepanjang batas butiran. Kristal asal akan terurai, struktur kristal baru yang stabil pada kondisi temperaturdan tekanan baru akan terbentuk.
            Reaksi kimia lain dapat terjadi, seperti metasomatism yaitu proses yang membawa ion dari sumber diluar dan menghasilkan komposisi keseluruhan mineral yang berbeda. Umumnya terkait dengan magmatic intrusion. Magma yang menerobos naik membawa material terlarut dalam fuida pori yang kemudian masuk kedalam batuan samping sehingga membentuk mineral baru yang stabil pada lingkungan kimia baru. Banyak endapan bijih metalik yang terbentuk melalui proses ini. Dikarenakan pentingnya air panas dalam pembentukan bijih, maka proses ini lebih dikenal sebagai ubahan hidrotermal (Hydrothermal alteration).
5.4 Klasifikasi batuan metamorf
Batuan metamorf secara sederhana berdasarkan tekstur dan komposisinya dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
1. Batuan dengan tekstur planar, disebut juga foliasi (foliation)
2. Batuan dengan dengan tanpa foliasi dan memiliki tekstur granular.
5.4.1 Batuan Terfoliasi (Foliated Rocks)
Batuan akan bereaksi terhadap perubahan akibat tekanan, temperatur dan fluida kimia aktif. Masing-masing butiran akan saling menyesuaikan dan mengkristal kembali. Pertumbuhan mineral baru dalam kondisi tekanan terakhir menjadi penting. Butiran akan mengalami perkembangan menjadi terorientasi secara planar. Struktur planar terbentuk karena tersusun oleh sekumpulan mineral pipih seperti mica dan chlorite atau dari peselingan lapisan dengan komposisi berbeda.
Slate (batu sabak)
Slate adalah batuan metamorf berbutir sangat halus dan biasanya dihasilkan dari batuan asal serpih (shale) yang mengalami metamorfisme derajat rendah (low-temperature & low-pressure). Biasanya memiliki foliasi yang sangat bagus yang disebut sebagai slaty cleavage (lihat gambar 5.2.).
Slaty cleavage dihasilkan dari penjajaran (alignment) yang paralel dari mineral pipih seperti mica, chlorite dan talc. Mineral-mineral ini hanya dapat diamati menggunakan mikroskop karena ukurannya yang terlalu kecil.

Gambar 5.2. Contoh setangan dari slate (batu sabak) (Monroe & Wicander, 1997)

Phyllite
Phyllite adalah batuan metamorf dengan komposisi yang sama dengan slate. Mineral mikaan (micaceous minerals) berukuran lebih besar dan memberikan kilap yang jelas pada bidang foliasi batuan. Mineral berukuran besar merupakan hasil dari temperatur dan tekanan yang lebih tinggi dibanding yang dialami oleh slate.
Schist
Schist merupakan batuan terfoliasi yang berbutir sedang hingga kasar. Foliasi hasil dari penjajaran mineral pipih, seperti mica, chlorite, talc dan hematite. Kenampakan seperti itu dikenal sebagai schistosity (gambar 5.3.).

Gambar 5.3. Schist (Hamblin & Christiansen, 1995)
            Seringkali hadir pula mineral tambahan seperti quartz, feldspar, garnet, amphibole dalam jumlah yang signifikan. Schist hasil dari intensitas metamorf yang lebih tinggi dari yang dialami slate. Asal batuannya sangat variatif seperti basalt, granite, shale dan tuff.
Gneiss
Gneiss adalah batuan metamorf yang granular, berbutir kasar dengan foliasi hasil dari perselingan lapisan antara mineral gelap dan mineral terang, disebut sebagai gneissic layering. Komposisi gneiss umumnya sama dengan granite. Mineral utamanya adalah quartz, feldspar dan ferromagnesian. Feldspar umumnya melimpah bersama dengan quartz membentuk interlocking grains. Mica, amphibole dan mineral gelap lainnya membentuk dark layers. Biasanya lembaran gneiss sangat bergelombang (high contorted) dan seringkali dijumpai rekahan yang memotong layer atau bidang foliasi. Gneiss terbentuk selama metamorf regional derajat tinggi dimana proses ini berada pada kondisi temperaturdan tekanan yang relatif tinggi (gambar 5.4.).

Gambar 5.4. Gneiss (Hamblin & Christiansen, 1995)

5.4.2 Batuan tidak terfoliasi (Nonfoliated Rocks)
Batuan seperti batupasir (sandstone) dan batugamping (limestone) dengan komposisi dominan satu mineral akan mengkristal dalam dimensi yang sama (equidimensional). Metamorfisme pada batuan seperti ini tidak menghasilkan foliasi yang kuat walaupun butiran mica tersebar sepanjang batuan sehingga dapat dikatakan terorientasi paralel. Mineral pada batuan tidak terfoliasi. Artinya, orientasi pada massa batuan ini tidak memperlihatkan perkembangan foliasi yang kuat sehingga teksturnya disebut granular, istilah lain untuk sebutan tidak terfoliasi (nonfoliated).
Quartzite
Quartzite adalah batupasir (sandstone) kaya quartz yang termetamorfkan (gambar 5.5.). Dikatakan tidak terfoliasi karena butiran quartz sebagai penyusun utama tidak membentuk kristal pipih. Quartzite murni berwarna putih atau terang, tetapi kadangkala muncul oksida besi dan mineral lainnya dengan berbagai variasi warna seperti merah, coklat, hijau dan warna lainnya (Monroe & Wicander, 1997).

Gambar 5.5. Quartzite merupakan hasil metamorfisme terhadap quartz sandstone (Monroe & Wicander, 1997).

Marble (marmer)
Marble adalah limestone atau dolomite yang termetamorfkan (gambar 5.6.). Calcite sebagai mineral penyusun utama berbentuk equidimensional sehingga batuan tidak terfoliasi. Butirannya yang besar saling mengunci (interlocked) dengan kompak membentuk batuan yang sangat padat (Monroe & Wicander, 1997).


Gambar 5.6. Marmer merupakan hasil dari metamorfisme pada batuan sedimen: limestone dan dolostone (Monroe & Wicander, 1997).

            Marble murni berwarna putih, tetapi kebanyakan marble mengandung pengotor (impurities) yang memberikan kesan gores garis yang cukup banyak sehingga mempengaruhi warna marble. Itulah mengapa kita seringkali menemukan marble bervariasi warnanya seperti putih, hijau, merah, coklat dan hitam. Kebanyakan marble terbentuk karena metamorfisme regional pada zona diantara schists dan phyllite.
Amphibolite
Amphibolite adalah batuan metamorf dengan komposisi kaya amphibole dan plagioclase. Mica, quartz, garnet dan epidote juga dapat hadir. Amphibolite hasil dari metamorfisme basalt, gabbro dan batuan lain yang kaya besi dan magnesium. Beberapa amphibolite memperlihatkan perkembangan foliasi ketika mica atau mineral pipih lainnya cukup melimpah.
Hornfels
Hornfels adalah batuan metamorf tidak terfoliasi berbutir halus yang sangat keras dan padat. Butirannya biasanya mikroskopik dan sangat menyatu (welded) menjadi mozaik yang teratur. Mineral pipih seperti mica memiliki orientasi acak dan muncul mineral temperatur tinggi. Hornfels biasanya berwarna gelap dan kelihatannya seperti basalt, rijang gelap (flint) atau batugamping berbutir halus. Batuan ini hasil dari metamorfisme disekitar intrusi batuan beku yang mengalami rekristalisasi sebagian atau keseluruhan pada batuan disekelilingnya. Batuan asalnya biasanya adalah shale walaupun lava, schist dan batuan lain bisa saja berubah menjadi hornfels.

5.5 Hubungan antara Foliasi dan Struktur Besar
Foliasi biasanya merupakan respon dari tegasan (stress) yang menekan batuan dan menyebabkan rekristalisasi. Orientasi foliasi karenanya terkait erat dengan lipatan besar dan pola struktur batuan di lapangan. Hubungan umum ini biasanya menerus dari lipatan yang paling besar hingga struktur mikroskopik. Contohnya, cleavage (belahan) pada slate umumnya terorientasi paralel terhadap bidang sumbu lipatan yang mungkin saja terletak beberapa kilometer terpisah. Potongan batuan yang dilihat dibawah mikroskop memperlihatkan lipatan kecil yang terorientasi sama dengan struktur besar yang dipetakan di lapangan.



5.6 Material Sumber dari batuan metamorf
Asal batuan metamorf merupakan proses yang sangat rumit dan banyak sekali masalah dalam interpretasi. Satu batuan tunggal dapat terubah menjadi berbagai batuan metamorf tergantung pada intensitas atau derajat metamorfisme. Contoh, shale dapat terubah menjadi slate, schist atau gneiss (gambar 5.7). Gneiss juga dapat terbentuk dari banyak batuan seperti shale, granite dan rhyolite (gambar 5.8.).

Gambar 5.7. Metamorfisme pada shale dapat berubah sesuai dengan tahapan proses tergantung dari intensitas temperatur dan tekanan. Shale dapat terubah menjadi slate, schist atau gneiss (Hamblin & Christiansen, 1995).

5.7 Zona metamorfik
Metamorf regional melibatkan perubahan skala besar pada massa batuan yang tebal yang mana rekristalisasi utama dan penyesuaian struktural terjadi. Perubahannya bukan sesuatu yang random tetapi sistematik dan umumnya terjadi dengan pasti sesuai dengan peningkatan panas dan tekanan. Batuan metamorf regional karenanya memperlihatkan zona metamorfik yang merefleksikan perbedaan temperatur dan tekanan. Jenis zonasi dapat ditentukan berdasarkan mineral indeks (index minerals). Pada shale yang tebal dapat memperlihatkan urutan mineral indeks yang mengindikasikan peningkatan derajat metamorfisme.

Gambar 5.8. Diagram asal-muasal batuan metamorf (Hambline & Christiansen, 1995).
            Jenis zonasi lainnya adalah berdasarkan pengelompokan batuan yang setiap urutan dicirikan dengan sekelompok mineral yang terbentuk pada kondisi metamorfik tertentu. Kelompok batuan dengan karakter tertentu disebut sebagai metamorphic facies.
            Melalui pemetaan zona mineral indeks atau perluasan fasies metamorf maka seorang geolog dapat menentukan lokasi bagian pusat atau bagian tepi dari jalur pegunungan purba sehingga dapat menginterpretasikan keterkaitannya dengan lempeng tektonik (gambar 5.9. dan gambar 5.10.).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar